Sebagai pemula, salah satu cara yang dapat digunakan untuk
latihan menulis teks anekdot adalah dengan menceritakan kembali teks anekdot
yang Anda dengar atau baca dengan menggunakan pola penyajian yang berbeda. Pola
penyajian teks anekdot ada yang berupa dialog dan ada juga dalam bentuk narasi.
Contoh
pola penyajian dalam bentuk dialog (percakapan dua orang atau lebih) dapat
dilihat pada anekdot berikut.
Dosen yang juga
Menjadi Pejabat
Di kantin sebuah universitas, Udin dan Tono dua orang mahasiswa
sedang berbincang-bincang.
Tono : “Saya heran
dosen ilmu politik, kalau mengajar selalu duduk, tidak pernah mau berdiri.”
Udin : “Ah, begitu
saja diperhatikan sih Ton.”
Tono : “Ya, Udin
tahu sebabnya.”
Udin : “Barangkali
saja, beliau capek atau kakinya tidak kuat berdiri.”
Tono : “ Bukan itu
sebabnya, Din. Sebab dia juga seorang pejabat.”
Udin : “Loh, apa
hubungannya?”
Tono : “Ya. Kalau
dia berdiri, takut kursinya diduduki orang lain.”
Udin : “ ???”
Salah satu ciri dialog adalah menggunakan kalimat langsung.
Kalimat langsung merupakan kalimat yang diucapkan secara langsung dari
pembicaraan seseorang. Dari kutipan anekdot tersebut, Anda dapat melihat bahwa
kalimat langsung memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
1. Diawali dan diakhiri dengan tanda petik ("
....").
Contoh :
"Loh, apa hubungannya?"
2. Huruf awal setelah tanda petik ditulis dengan huruf
kapital.
Contoh : "Ya,
Udin tahu sebabnya."
3. Antara pembicara dan apa yang dikatakannya dipisahkan
dengan tanda titik dua (:).
Contoh : Udin
: "???"
Nah, dari teks anekdot dalam bentuk dialog tersebut, kita dapat diubah pola penyajian ceritanya ke dalam bentuk narasi, seperti contoh berikut.
Dosen yang juga Menjadi Pejabat
Di kantin sebuah universitas, Udin dan Tono dua orang
mahasiswa sedang berbincang-bincang.
“Saya heran dosen ilmu politik, kalau mengajar selalu
duduk, tidak pernah mau berdiri,” kata Tono kepada Udin. Seulas senyum tercipta
di bibir Udin. Udin beranggapan, Tono menanyakan sesuatu yang tidak penting.
Bagi Udin, itu terasa sangat konyol.
“Ah,
begitu saja diperhatikan sih Ton.” Kata-kata itu terlontar begitu saja dari
mulut Udin. Dia seolah-olah tak peduli.
“Ya,
Udin tahu sebabnya.” Wajah Tono seketika berubah, dia terlihat sangat serius
dengan pertanyaannya.
Mendapati hal itu, Udin pun akhirnya menjawab dengan
hati-hati. “Barangkali saja, beliau capek atau kakinya tidak kuat berdiri
Ton.”
“ Bukan itu sebabnya, Din. Sebab dia juga seorang pejabat.”
Ungkap Tono.
“Loh, apa hubungannya?” Udin merasa aneh dengan jawaban
Tono yang seperti itu.
“Ya. Kalau dia berdiri, takut kursinya diduduki orang
lain.” Jawab Tono yang langsung berdiri dan kemudian berlalu pergi meninggalkan
Udin yang masih terlihat kebingungan.
Catatan:
Ketika Anda mengubah pola penyajian asal ke dalam bentuk yang berbeda, jangan lupa tetap memerhatikan isi, struktur, dan kaidah kebahasaaan teks anekdot.
Beberapa kesalahan penulisan dialog dalam teks narasi serta saran perbaikannya.
1. Dialog ditulis seperti dialog dalam drama.
Perhatian contoh kesalahan berikut ini.
Ayah : “Kamu berangkat jam berapa?”
Nina : “Jam 2 siang ini, Pak.”
Pembenahan
“Kamu berangkat jam berapa?” tanya ayah
“Jam 2 siang ini, Pak,” jawab Nina.
2. Penulisan tanda petik (“...”)
Beberapa kesalahan yang sering dilakukan dalam penulisan tanda petik adala (a) Setelah tanda (“) pembuka diberi spasi. Contoh: “ Kamu datang jam berapa?” tanya ayah.
Seharusnya, setelah tanda petik awal (“) tidak ada spasi. Contoh: “ Kamu datang jam berapa?” tanya ayah.
Tanda koma (,), titik (.), tanda seru (!), dan tanda tanya (?) pada akhir kalimat dialog seharusnya diletakkan sebelum tanda petik (“) penutup, bukan sesudahnya.
Contoh:
“Mereka berencana datang hari ini”, kata ibu. (SALAH)
“Mereka berencana datang hari ini,”kata ibu. (BENAR)
“Kapan kamu pulang”? tanya adik. (SALAH)
“Kapan kamu pulang?”tanya adik. (BENAR)
“Jangan ke sana”! teriak ayah. (SALAH)
“Jangan ke sana!” teriak ayah. (BENAR)
Setelah tanda petik (“) akhir selalu diikuti huruf kapital. Hal ini adalah salah.
Setelah tanda petik penutup, tidak selalu diikuti dengan huruf kapital. Cara praktis yang bisa kita gunakan adalah bila setelah tanda petik penutup berupa kata kerja berupa kata dasar, maka kata tersebut diawali dengan huruf kecil. Contoh kata kerja berbentuk kata dasar yang mengikuti kalimat dialog yang huruf awalnya harus ditulis dengan huruf kecil adalah : tanya, balas, ungkap, teriak, jawab, urai.
Contoh:
“Mereka akan datang hari ini,” Kata ibu. (SALAH)
“Mereka akan datang hari ini,” kata ibu. (BENAR)
“Siapa yang akan mengantar?” Tanya ayah. (SALAH)
“Siapa yang akan mengantar?” tanya ayah. (BENAR)
Apabila setelah tanda petik penutup tidak berupa kata kerja, biasanya berupa kalimat, huruf awalnya harus ditulis dengan huruf kapital.
Contoh:
“Kapan mereka akan datang?” Ibu bertanya tanpa menoleh padaku
“Kadangkala ayahmu harus menginap di pulau selama seminggu. Semua dilakukan untuk memenuhi biaya pendidikan kalian.” Itulah sepenggal kisah perjuangan almarhum ayah yang sering diceritakan pada kami, anak-anaknya.
3. Dialog tokoh satu dengan tokoh lain ditulis dalam paragraf yang sama. Setiap dialog yang disampaikan oleh seorang tokoh adalah satu paragraf. Oleh karena itu, seharusnya setiap dialog baru harus dipisahkan dalam paragraf yang baru pula.
Contoh yang salah
“Kamu kapan datang?” tanya ibu. “Jam 2 tadi. Ibu masih tidur, jadi aku langsung ke rumah Om Fredi,” jawabku dengan sedikit sesal. “Pantesan saat bangun ibu tadi tidak melihatmu,” sahut ibu lagi. (SALAH)
Penulisan dialog antartokoh secara bersambung dalam sebuah paragraf itu membuat mata lelah dan mengurangi kenikmatan membaca. Bandingkan dengan penulisan yang benar berikut ini.
“Kamu kapan datang?” tanya ibu. “Jam 2 tadi. Ibu masih tidur, jadi aku langsung ke rumah Om Fredi,” jawabku dengan sedikit sesal.
“Pantesan saat bangun ibu tadi tidak melihatmu,” sahut ibu lagi. (BENAR)
Soal
Latihan
Ubahlah teks anekdot dalam bentuk dialog di bawah ini menjadi teks anekdot dalam bentuk narasi!
Ayahku Perokok
Di
suatu sore, Putri berbincang-bincang dengan ayahnya yang sedang merokok.
Putri : “Apa alasan Ayah merokok? Putri
lihat ayah setiap hari merokok. Bahkan bisa habis berbungkus-bungkus.”
Ayah : “Ayah itu sedang melakukan perbuatan
baik, Nak.”
Putri : “Perbuatan baik dari mana, Yah?
Sementara merokok itu bisa mengganggu kesehatan Ayah. Bahkan yang menghirup
asap rokoknya saja bisa mendapatkan akibat buruk dari rokok tersebut. Lalu di
mana perbuatan baiknya?”
Ayah : “Justru ayah ini sedang membantu orang banyak agar tetap sehat dan aman dari ancaman rokok.”
Putri
: “Bagaimana caranya, Yah?”
Ayah : “ Ayah bakar saja rokoknya satu persatu agar musnah. Tak mungkin bukan kalau ayah bakar satu pabrik rokok. Bisa-bisa ayah dipenjara nanti.”
Putri : “Ayah!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar